Always Listening Always Understanding
SEMANGAT DAN MOTIVASI
MENGAPA HARUS BERBISNIS DI ASURANSI
Hampir
tidak pernah ada seseorang yang sejak kecil bercita cita sebagai seorang agen
asuransi jiwa. Bisa kita buktikan, bila kita berjumpa dengan seorang anak
kecil, dan kita tanya, apa cita citanya? Sepuluh orang kita tanya, maka kita
temukan jawaban mereka sejumlah profesi yang membanggakan mereka, atau
membanggakan orang tuanya. Apakah itu Dokter, Pilot, Pengacara, Insinyur, atau
yang lain. Namun boleh dikatakan tidak ada seorangpun yang mengatakan cita
citanya menjadi seorang agen asuransi, bahkan mungkin sekalipun orang tuanya
juga berbisnis dan berkarier di industri asuransi jiwa. Menjadi agen asuransi
jiwa, sepertinya adalah jalan terakhir. Seakan setelah gagal disejumlah karier
atau bisnis yang lain, maka profesi ini sebagai ajang uji coba, sambil menunggu
pekerjaan atau bisnis lainnya. Kalaupun itu yang terjadi, tidaklah salah.
Karena memang kalau melihat faktanya, hal tersebut memang paling banyak
terjadi. Justru kesuksesan banyak orang dibisnis ini, justru karena faktor yang
kepepet. Inspirasi Robert Kiyosaki yang dituangkan dalam bukunya tentang
Cashflow Quadrant, memberi kita semua wawasan baru dalam mencari penghasilan.
Dengan membagi menjadi empat kuadran, dan memberi bagian kiri dan kanan, kita
akhirnya mengerti, bahwa kuadran Kiri yaitu menjadi Employee/ karyawan akan
sangat tergantung dari gaji yang diterima akhir bulan. Dan rata rata kenaikan
gaji karyawan tiap tahun berkisar 10%. Sedangkan kita tahu inflasi di negara
kita juga bergerak di angka yang kurang lebih sama. Jadi boleh diartikan penghasilan
yang diterima secara nilai tidak bergerak naik. Untuk membeli rumah atau mobil,
mau tidak mau harus berhubungan dengan bank untuk mendapat kredit. Seorang
karyawan harus pandai pandai mengelola keuangan dan gaya hidupnya, agar
penghasilan yang diterima tetap dapat digunakan untuk keperluan sehari hari dan
mampu menabung untuk keperluan pendidikan anak dan pensiun. Demikian pula pada
kuadran kiri Self Employee, profesi ini memang bukan karyawan, mereka juga
pemilik usaha sendiri. Namun usaha dan kelangsungannya sangat tergantung dengan
ketrampilan individual. Bisa jadi mereka seorang arsitek, lawyer, dokter,
desainer, sutradara, pelukis, atau yang lain. Dimana ketrampilan mereka tidak
bisa digantikan oleh orang lain. Dimana waktu kerja sangat terbatas, karena
tidak bisa diwakilkan pada orang lain. Mereka tidak bisa berada di dua tempat
yang berbeda pada waktu yang sama. Sehingga penghasilan mereka ada batasnya.
Dan ketika mereka sakit atau bepergian, otomatis akan berpengaruh pada
penghasilannya. Bagian kuadran Kanan terbagi menjadi dua. Sisi Business Owner
dan sisi Investor. Sebagai pemilik bisnis mereka menjalankan bisnisnya dengan
sistem. Ada atau tidak keberadaan mereka, penghasilan tetap berjalan dengan
normal. Managemen sudah terbentuk, yang dikelola oleh para karyawan sesuai
bidang dan divisinya masing masing. Mereka yang berada pada kuadran ini,
mungkin pemilik pabrik, usaha waralaba, dan sejenisnya. Sisi Investor, adalah
situasi dimana uanglah yang bekerja. Detik ke detik, menit demi menit uang
bertumbuh. Kuadran ini seperti mempunyai peternakan uang. Pelaku pada kuadran
kanan sudah masuk fase pasif income. Berpijak dari sana, semua pandangan
diarahkan pada kuadran Kanan. Sisi Business Owner dan Investor. Seorang pemilik
bisnis dapat memperoleh income tanpa tergantung kehadirannya. Karena sistem
sudah berjalan dengan baik. Bahkan di tengah waktu liburanpun, rekening bank
bisa terisi dengan sendirinya. Namun apakah semudah itu ? Tentu tidak. Untuk
menuju ke sana, hambatan terbesar ada pada tersedianya modal. Namun selain
modal juga dibutuhkan pengalaman dan pola pikir. Karena untuk memiliki bisnis
sepertinya dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Ketakutan akan kehilangan modal
bila bisnis gagal menjadi hambatan utama. Dalam buku sequel yang ditulis oleh
Robert Kiyosari berikutnya, yakni Business School. Untuk berpindah kuadran,
dari kiri ke kanan ada cara yang lebih instan. Beliau menyarankan untuk masuk
dalam bisnis jaringan. Dimana dalam skema bisnisnya menuju pasif income. Di
dalam prakteknya, bisnis jaringan bisa MLM, atau juga bisnis asuransi. Khusus
untuk bisnis asuransi, bila Anda benar benar ingin bekerja menuju kuadran
kanan, Anda harus mempelajari perusahaan asuransi yang berbasis jaringan.
Karena tidak setiap perusahaan asuransi mempunyai sistem kompensasi dan sistem
kerja seperti membangun jaringan. Sehingga dalam skema bisnisnya memungkinkan
bisa pasif income , dengan persyaratan dan waktu tertentu. Mengapa harus
industri asuransi jiwa? Tentu saja yang pertama, adalah bisnis ini boleh dikatakan
tanpa modal. Kalaupun harus mengeluarkan uang, itupun terbatas biaya ujian
lisensi AAJI (Asosiasi Agen Asuransi Jiwa Indonesia). Saat ini 350 ribu. Banyak
orang yang keberatan membayar. Mereka berpikiran sempit, kenapa mencari kerja
harus membayar. Mencari kerja berbeda dengan mencari bisnis. Kalau mencari
memang logikanya tidak harus keluar modal, karena tujuannya untuk mendapatkan
gaji tiap bulannya. Mencari bisnis adalah membidik peluang, yang kadang harus
berani mengeluarkan modal di depan. Memang untuk berpindah kuadran tidak hanya
dibutuhkan modal, namun perlu perubahan mindset. Sebagai pembanding, seorang
yang melamar sebagai pengemudi taxi, yang - maaf, tanpa bermaksudkan
mengecilkan arti profesi- potensi penghasilan rata rata 2 juta perbulan, harus
memiliki SIM A Umum, yang biayanya tidak kurang dari 500 ribu. Atau contoh
lain, seang penjual nasi goreng keliling, yang maximal hanya bisa menjual 60
porsi nasi goreng per hari/ jualan malam, membutuhkan modal lebih dari 2 juta
untuk membeli gerobak. Jadi untuk keluar dari zona karyawan ke pemilik usaha,
setidaknya sesorang harus berani dan mau mengeluarkan modal di awal. Sedangkan
di bisnis asuransi, modal yang dibutuhkan relatif sangat kecil, dibandingkan
potensi penghasilannya yang besar. Bagaimana peluang di Indonesia? Melihat
potensi di Indonesia, dengan rakyat yang demikian banyak, hampir 240 juta jiwa.
Hasil survey hingga akhir 2012, pemilik polis life insurance di Indonesia
kurang dari 4%. itupun masih terkumpul kota kota besar. Sementara di daerah
masih jauh dari harapan. Data yang lain menyebutkan, industri life insurance
bertumbuh tiap tahun hampir 20%, bahkan lebih baik daripada bank. Kita
bandingakan dengan negara tetangga kita Malaysia dan Singapore, pemegang polis
masih berkisar 45% - 50% dari jumlah penduduk. Apalagi kalau dibanding dengan
Jepang, dimana setiap penduduk rata rata mempunyai 3 polis. Jadi dalam kurun
waktu yang panjang bisnis life insurance di Indonesia masih sangat cerah.
Banyak yang beranggapan masyarakat Indonesia belum minded dengan asuransi,
sehingga akan susah menjual produk asuransi. Memang benar, situasi itu yang ada
di Indonesia. Tapi karena kondisi masyarakat yang belum minded yang membuat
bisnis ini punya peluang yang sangat bagus. Peraihan komisi yang sangat tinggi
tidak akan bisa kita nikmati bila masyarakat kita sudah sadar akan asuransi.
Andaikata pada kurun waktu tertentu, ketika kita menawarkan produk asuransi dan
orang langsung membeli karena sadar akan manfaat asuransi, maka bisa dipastikan
company asuransi tidak memerlukan jasa penjual seperti hari ini, yang harus
dibayar dengan kompensasi yang tinggi. Company asuransi cukup membuka counter
di tempat keramaian atau pertokoan, mall, maka orang kan datang dengan
sendirinya dan membeli. Dan mereka cukup mempekerjakan seorang sales counter
berpenampilan menarik, dan cukup dibayar dengan upah minimum. Jadi justru dalam
kondisi saat ini, dimana kesadaran berasuransi masih minim maka peluang yang
besar ada di depan kita. Komisi penjualan yang tinggi, bonus tahunan , bonus
bonus lainnya, bahkan perjalan ke luar negri secara gratis dengan fasilitas
yang mewah. Bagaimana secara bisnis? Berbicara tentang bisnis di industri
asuransi, tentunya yang kita bahas adalah yang menganut agency sistem. Skema
Bisnis di asuransi bukanlah sebagai karyawan. Para agen sifatnya adalah partner
kerja. Jadi tidak ada istilah Bos atau atasan. Pekerjaan itu adalah milik kita
sendiri, sehingga kita sendiri yang menjaganya, merawat, dan mengembangkannya.
Dibandingkan dengan jenjang karier pada bisnis konvensional, sangat berbeda.
Ambil contoh, misal dalam sebuah bank, seorang marketing yang selalu mencapai
target tiap bulan, bahkan selalu over target, apakah otomatis menjadi seorang
supervisor? Tentu tidak! Dia bisa menjadi supervisor hanya bila supervisor
asalnya mendapat promosi, atau pindah tugas, atau mengundurkan diri. Itupun dia
harus bersaing dengan orang lain yang berprestasi, atau orang kesayangan Bos
atau Pemimpin Cabang. Jadi untuk naik jenjang, bukan hanya prestasi yang
dibutuhkan, namun banyak aspek lain yang bisa menentukan. Dan untuk mengejar
menjadi seorang pemimpin, harus menunggu pemimpin lama keluar, dan harus
bersaing dengan rekan kerjanya untuk memperebutkan satu posisi. Sedang di dunia
asuransi, untuk naik jenjang tidak tergantung dengan orang lain, dan tidak
memperebutkan satu posisi yang harus berkompetisi dengan orang lain. Dalam hal
ini semua punya kesempatan yang sama. Jenjang karier yang diraih adalah hasil
prestasi dan pencapaian pribadi, tanpa harus mengorbankan orang lain. Jadi
kenaikan jenjang tanpa harus didasari like and dislike. Tidak ada alasan suka
atau tidak suka dalam melakukan promosi dan demosi. Semua bisa dikejar dengan
pencapaian prestasi dan terukur. Dan dengan aturan tertentu sesorang bisa dan
punya peluang untuk memiliki kantor mandiri. Dan dengan sistem memungkinkan
seseorang untuk mempunyai beberapa kantor di beberapa kota. Banyak pertanyaan,
bagaimana seseorang bisa menjalani bisnis ini tanpa punya latar belakang
keuangan? Sebetulnya tidak perlu dikuatirkan, karena company biasanya memberi
training dasar. Tentang pengetahuan produk dan aturan aturan dasar. Dan tentu
saja tidak ketinggalan training tentang cara menjual, dan sharing tentang
kondisi lapangan bersama teman teman leader. Yang membedakan adalah bila kita
membuka usaha bisnis konvensional, katakan kita ingin membuka warung bakso.
Akan kesulitan kita mencari mentor, usahawan bakso yang sukses untuk menjadi
pembimbing kita. Banyak mereka bahkan menganggap kita sebagai pesaing mereka.
Di bisnis asuransi yang terjadi justru sebaliknya. Para leader yang sukses siap
menjadi mentor, dan mentranferkan pengalaman dan ilmunya kepada kita. Yang
tentunya semuanya mempercepat seseorang menjadi sukses. Bagaimana dengan
'keamanan' pekerjaan ? Dalam bisnis asuransi, awal masuk dari jenjang terbawah,
posisi adalah kuadran kiri sebagai self employee. Bekerja dengan sistem komisi
dan bonus karena hasil kerja fisik secara langsung. Dengan kenaikan jenjang
menjadi pimpinan puncak agency, seseorang boleh dikatakan berada di kuadran
kanan sebagai business owner. Perolehan penghasilan sudah bukan lagi dari kerja
fisik langsung. Melainkan sudah melalui overiding dan bonus royalti. Sampai di
posisi inilah seorang pemilik bisnis membutuhkan keamanan pekerjaan. Mengapa ini
penting? Karena di bisnis konvensional usia 55 tahun adalah usia pensiun. Dan
pada usia tersebut sesorang sudah tidak memiliki value. Perusahaan konvensional
mengganti dengan darah baru, darah muda, darah segar, dan tentunya dengan gaji
yang lebih murah. Namun di bisnis asuransi tidak ada usia yang bisa menghambat.
Selama masih mau bekerja perusahaan tidak bisa meminta pensiun. Namun hal ini
bukan berarti pebisnis asuransi harus bekerja hingga usia lanjut. Namun
menunjukkan bahwa sepanjang kita mau bekerja, kita masih punya kesempatan
kerja. Dan di Generali, dengan adanya sistem 757, justru memungkinkan bisa
pensiun pada usia mudah. Dengan bekerja 7 tahun, memperoleh royalty bisnis 5
generasi, dengan membangun jaringan 7 Business Director. Apa yang disebut
keamanan artinya, bagaimana dengan bisnis kita bila satu waktu kita termakan
usia, atau bila sakit kritis, bahkan meninggal? Sekali lagi ini adalah bagian
penting dalam memilih bisnis. Banyak kejadian ketika sesorang merintis
bisnisnya, karena masalah kesehatan, atau bahkan meninggal, bisnisnya harus
rela dimiliki orang lain. Di sini dengan aturan yang ada, seorang Business
Director bisa mewariskan bisnisnya kepada keluarga atau orang yang dipercaya
atau ditunjuk untuk melanjutkan bisnisnya. Banyak pekerjaan atau bisnis yang
bisa memberikan peluang dan penghasilan yang bagus, namun tidak semua bisnis
bisa memberikan kepuasan dalam pekerjaan. Di bisnis asuransi, secara tidak
langsung kita membantu orang lain untuk menata masa depan keuangannya. Pada
waktu kita menawarkan, seakan banyak orang yang tidak suka atau bahkan
menghindar. Namun agen asuransi tidak perlu dilupakan oleh janda mendiang
nasabah. Karena mereka yang menerima klaim, khususnya ketika klaim dibayarkan
saat mereka sangat membutuhkan. Tidak sedikit, maaf, para suami ketika
meninggal, tidak mewariskan harta, tapi justru memberi peninggalan hutang yang
harus dibayar. Baik pada bank, kartu kredit, hutang dagang, atau perseorangan.
Dengan adanya pembayaran klaim, akan membantu keuangan mereka. Sebagai agen
asuransi apa yang dilakukan tentunya merupakan tugas mulia. Yang mana di saat
keluarga berduka cita kehilangan orang yang dicintai, mereka juga kehilangan
sumber pencari nafkah. Dengan adanya klaim yang dibayarkan setidaknya akan
membantu dari sisi finansial. Sebagai agen bila melakukan perhitungan uang
pertanggungan yang benar, maka uang klaim tersebut akan sangat bermanfaat,
karena telah dilakukan analisa perhitungannya. Sekali ini dalam bisnis ini,
selain mendapat komisi dan kompensasi yang bagus, apa yang dilakukan sesuatu
yang mulia karena bisa membantu orang lain. Pemilihan kenapa harus berbisnis
asuransi sama sekali tidak bermaksud mengecilkan arti bisnis bisnis yang lain.
Namun hanya semata mata memberikan sebuah wacana baru, alternatif baru yang
membawa perpindahan kuadran tanpa memperhitungan persoalan modal.
No comments:
Post a Comment